Pertanyaan semilyar umat tentang SEO: “Bagaimana caranya biar bisa ranking di Google?”
Kami berangkat ke event Google Search Central Live Deep Dive APAC 2025 yang berlangsung selama tiga hari di Bangkok, Thailand. Di hari terakhir ini, Google membahas cara mereka menampilkan hasil pencarian, termasuk bagaimana mereka me-ranking-kan hasil pencarian berdasarkan relevansi.
(Jangan lupa baca artikel liputan hari pertama yang lebih dalam membahas tentang crawling, dan liputan hari kedua yang membahas tentang indexing untuk mendapatkan konteks lengkapnya).
—
Ini adalah gambaran perjalanan penjelasan hari ini:

Daftar Isi
- Memahami kueri pencarian users
- Pengambilan URL yang mengandung kueri itu dari index
- Pengurutan ranking URL berdasarkan berbagai faktor
- Faktor ranking terpenting: kualitas
- Kenapa Google melakukan update algoritma?
- Memunculkan hasil pencarian di SERP (dan fitur-fiturnya)
- Haruskah kita memanfaatkan AI untuk proses SEO?
- Apa yang harus dilakukan agar bisa ranking di fitur AI Google?
- Penutup
Memahami kueri pencarian users
Agar Google bisa memberikan hasil pencarian yang sesuai dengan harapan kita (alias search intent) hanya dalam hitungan milidetik, prosesnya dimulai dengan memahami kueri/keywords yang dimasukkan di Google.
Cherry Prommawin, Search Quality Analyst & Webmaster Relationships at Google Asia Pacific, menjelaskan bahwa pemahaman Google dimulai dengan memecah kueri pencarian ke dalam kata. Ada yang dipecah berdasarkan spasi, misalnya “siapa presiden indonesia yang terbaik” menjadi “siapa”, “presiden”, “indonesia”, “yang” “terbaik”.
Umumnya bahasa memiliki spasi sebagai pembatas antar kata. Akan tetapi beberapa bahasa seperti Thailand atau China tidak memiliki spasi, sehingga Google harus menggunakan pengetahuannya untuk memecah karakter sesuai katanya.
Setelah itu, Google juga akan menghilangkan “stop words” yang tidak bermakna, seperti “yang”, “a”, “off”, dll. Dalam contoh di atas, berarti jadi tinggal “siapa”, “presiden”, “indonesia”, “terbaik”.
Dengan sangat besarnya jumlah pencarian di Google serta masifnya jumlah halaman di Internet yang telah di-crawl, ia bisa mengetahui berbagai macam nuansa, sinonim, bahkan variasi dari kueri yang dimasukkan users.

Ambil contoh kata ‘gm’, punya arti berbeda di berbagai kueri berikut:
- [gm restaurant], berarti “general manager”
- [gm barley], berarti “genetically modified”
- [bakmi gm menu], berarti “gajah mada”
Google juga memahami sinonim seperti frase berikut yang memiliki arti yang sama
- photograph of fried chicken
- image of fried chicken
- picture of fried chicken
- photo of fried chicken
Bahkan untuk kata-kata yang berasal dari luar bahasa Inggris yang tidak punya transliterasi standar dalam bahasa Inggris, juga bisa dipahami:
- “Koh Phi Phi” atau “Koh pi pi” atau “Kho phi phi”, semuanya merujuk ke nama pulau di Thailand
- “Xiao long bao”, “soup dumplings”, “xlb recipe”, semua merujuk ke masakan khas China
Ini opini dari penulis, sebagai insight yang bisa diambil dari pembahasan ini: kita tidak perlu memaksakan diri menggunakan exact match keywords di konten kita dan memaksakan keyword density (mengulang keywords) sebanyak sekian persen. Sistem Google sudah cukup cerdas untuk “menjembatani” kueri pencari users dengan isi yang relevan.
Pengambilan URL yang mengandung kueri itu dari index
Setelah memecah kueri pencarian users tadi, serta memahami semua variasinya, proses kali ini melibatkan pencarian di index Google: “kata ini ada di dokumen/URL mana saja ya?”
Google menggunakan “Posting List” untuk tujuan ini. Seperti kemarin dibahas, Posting List adalah format bentuk index Google.
Kueri pencarian users tadi dipecah (disebut “tokenization”), dan masing-masing token ini dicari di dalam tabel index Google, untuk menemukan URL yang mengandung kueri/token tersebut.

Di titik ini, Google sudah memiliki daftar URL yang mengandung kueri pencarian users. Tapi pekerjaan Google belum selesai, mereka masih harus melihat berbagai faktor agar bisa memberikan URL terbaik yang paling sesuai dengan konteks dan kebutuhan users.
Pengurutan ranking URL berdasarkan berbagai faktor
Sebagai tambahan, di dalam index Google, terdapat ‘metadata’ yang menjelaskan masing-masing URL ini memiliki bahasa apa, ditujukan untuk negara apa, dan seperti apa kualitas kontennya (low, medium, high).
Sepertinya ini adalah simplifikasi untuk mempermudah pemahaman.
Setelah daftar URL yang mengandung kueri pencarian users tadi ditemukan, Google mulai mengurutkan dengan menggunakan berbagai faktor, seperti negara & bahasa dari URL tersebut (dicocokkan dengan user yang mencari).
Dalam contoh ini, ceritanya users mencari dalam keywords berhasa Inggris, sehingga konten dalam bahasa Inggris memiliki bobot ranking yang lebih tinggi.

Faktor ranking terpenting: kualitas
Apa yang dimaksud high quality oleh Google?
Google selalu berkoar-koar tentang “buatlah konten yang berkualitas tinggi, karena seperti itulah konten yang ranking tinggi di Google”. Tapi bagaimana sebenernya penjelasan lebih detailnya?

Ada empat aspek yang menggambarkan kualitas konten, menurut Google, seperti dijelaskan oleh Alfin Hotario, Head of Search Multimodal and Personalization, Trust & Safety, Google:
- Effort (usaha): seberapa banyak usaha manusia terlibat secara aktif untuk membuat konten yang memuaskan & berguna. Bisa secara langsung (misalnya: menerjemahkan konten), atau secara tidak langsung (membuat produk).
- Originality (orisinalitas): seberapa banyak konten tersebut memberikan perspektif baru yang belum ada di website lainnya. Atau menjadi rujukan awal bagi konten serupa di website lainnya.
- Talent/skill (bakat/kemampuan): seberapa besar skill yang dibutuhkan untuk membuat konten ini. Jika tidak semua orang punya kemampuan untuk membuat konten serupa, berarti ini berkualitas.
- Accuracy (akurasi): apakah konten ini akurat & faktual. Untuk halaman dengan isi YMYL (your money, your life), perlu dilihat seberapa besar kontennya akurat & konsisten dengan konsensus expert.
Sebetulnya, Google sudah memberikan bocoran secara terang-terangan, tentang kualitas seperti apa yang dia harapkan. Ini ada di yang namanya Google Search Quality Raters Guidelines (ini versi sederhananya dalam 36 halaman).
Jika teman-teman belum pernah mendengan tentang Google Search Quality Raters , intinya ini adalah proses evaluasi/rating yang dilakukan oleh penilai independen (bukan karyawan Google) dari seluruh dunia.
Mereka menilai halaman website yang muncul di halaman hasil pencarian Google, untuk mengetahui apakah perubahan yang akan dirilis oleh Google itu baik untuk users. Penilaian mereka berdasarkan yang namanya Google Search Quality Raters Guidelines (ini versi detailnya dalam 181 halaman).
Di guidelines tersebut, kita bisa mendapatkan yang namanya E-E-A-T (Experience, Expertise, Authoritativeness, dan yang terpenting adalah Trust).
Guidelines & hasil penilaian mereka tidak dijadikan penilaian terhadap ranking suatu website, dan juga bukan merupakan faktor penentu ranking. Tapi tetap saja kita bisa menggunakan panduan ini untuk memahami apa yang Google mau.
Kenapa Google melakukan update algoritma?
Update algoritma Google sering menjadi momok bagi setiap SEO. Banyak website bertumbangan setiap kali ada update algoritma.
Pertanyaannya, kenapa ada update algoritma Google?
Jawabannya karena memang ada yang perlu diperbarui, sesuai perkembangan. Apa saja?

Pertama, format konten.
Dulu (tahun 2000), bentuk konten yang populer di dunia hanyalah artikel. Orang sedikit sekali melakukan pencarian dengan kueri yang sifatnya eksplorasi (dulu masih to the point: “apa itu abc”, “kenapa xyz”).
Sekarang (tahun 2025 dst), bentuk konten sudah multimedia: gambar, video panjang, video pendek, audio, dan sebagainya. Users pun makin banyak melakukan kueri pencarian yang sifanya eksplorasi (intinya users makin banyak mau).
Kedua, jumlah konten (content breadth)
Dulu, jumlah website sangat sedikit. Di awal keberadaan Google, mereka cuma meng-index 25 juta halaman. Sekarang, ada triliunan halaman di index Google.
Dulu, hanya sedikit website yang relevan dengan setiap kueri pencarian (saya masih ingat rasanya kalau kita klik next page terus, hasil Google berakhir di halaman 5). Dan banyak sekali spam (website yang tidak nyambung isinya, tapi bisa ranking).
Makanya ada Core Update, untuk terus menerus meningkatkan kualitas & relevansi hasil pencarian. Core Update ini tidak pernah menargetkan website tertentu secara spesifik (berbeda dengan manual action penalty).
Ketiga, karena banyaknya spam
Spam adalah konten website yang dibuat untuk menipu users maupun memanipulasi ranking.
Contoh “menipu users”. Website judi online yang meng-hack situs pemerintahan. Contoh “memanipulasi ranking”. Website yang menggunakan aged/expired domain agar bisa cepat naik ranking.
Tahun 2023 saja, setiap harinya ada 40 miliar halaman spam yang dideteksi oleh Google!
Jangan pernah melakukan praktik-praktik spam, seperti cloaking, keywords stuffing, scraped content, link spam, hacked content, dan sebagainya (bisa dilihat di kebijakan spam Google Search berikut ini), karena Anda akan terkena spam update.
Memunculkan hasil pencarian di SERP (dan fitur-fiturnya)
Setelah memahami kueri pencarian users, mengambil URLs yang relevan dari index, lalu mengurutkan ranking-nya berdasarkan berbagai sinyal, saatnya menampilkan SERP (search engine result page) yang menjawab kueri pencarian users.
Apa saja yang muncul di SERP tergantung dari pemahaman Google terhadap kueri pencarian users (langkah 1 di atas).
- Mencari “berita”, akan muncul “Top Stories”
- Mencari “video”, maka ada Video
- Mencari “tren viral”, maka ada Short Videos
- Mencari “bisnis yang punya lokasi/tempat”, maka ada Maps pack
Secara standar, ada berbagai hasil pencarian Google: Text Result, Image Result, Video Result, dan Rich Result. Penjelasan detailnya bisa dilihat di galeri elemen visual Google Search.
Rich Result sendiri adalah bentuk elemen di SERP yang berbeda dengan hasil pencarian standar di atas. Ada tampilan khusus untuk konten resep, artikel berita, site name, review snippet, discussions forum, & product snippet. Detailnya bisa dilihat di Structured Data Markup yang didukung oleh Google Search.
Rich Result sendiri tidak pasti akan selalu muncul walaupun sudah pasang Schema Markup. Ini kembali ke keputusan Google, bahkan bisa saja sebaliknya (tampil walaupun tidak memasang Schema Markup).
Selain itu, Rich Result ini bukan faktor ranking secara langsung, dan butuh maintenance biar tetap akurat dan bebas error.
Haruskah kita memanfaatkan AI untuk proses SEO?
Jawabannya: iya. Google mendorong kita memanfaatkan AI dalam proses optimasi.
Google juga tidak memberikan penilaian “konten AI pasti jelek” atau “konten AI pasti bagus”, karena yang penting bagi Google adalah hasilnya. Apakah konten yang dihasilkan benar-benar berkualitas dan bermanfaat untuk users?
Konten berkualitaslah yang akan mendapatkan ranking di hasil pencarian (catatan penulis: setidaknya berdasarkan proses mesin pencari & sinyal-sinyal yang diberikan konten & website kita).
Google juga mengingatkan untuk menggunakan AI dengan bijak. Jangan bergantung sepenuhnya dengan AI, bahkan mempublikasikan konten hasil tulisan AI tanpa ada sentuhan manusia untuk mengecek akurasi fakta yang diberikan.
AI (tepatnya Large Language Model AI seperti ChatGPT & Gemini) bukanlah mesin yang “cerdas” yang punya jawaban atas apapun pertanyaan/prompt yang kita masukkan. AI hanyalah mesin yang memiliki kemampuan untuk memprediksi kata berikutnya berdasarkan statistika probabilistik.
Sehingga AI memiliki kelemahan yang disebut “halusinasi”. Mengeluarkan kata yang terdengan masuk akal, tapi sebenarnya salah secara fakta. Terdengar familiar?
Jangan sampai kita bergantung ke AI 100% untuk membuat konten, karena itu adalah serendah-rendahnya kualitas konten (berdasarkan search quality rater guidelines).

Apa yang harus dilakukan agar bisa ranking di fitur AI Google?
Menurut Google, caranya masih sama dengan optimasi SEO seperti biasanya.
Fitur AI di Google (seperti AI Overview, AI Mode dll) melewati proses yang sama persis seperti Google Search. Sehingga menurut Google, tidak perlu ada istilah baru seperti GEO (generative engine optimization). Semuanya adalah SEO.

(Catatan penulis: tentu saja SEO di sini adalah SEO dengan cara yang awet, bukan SEO jangka pendek yang penuh dengan trik & cara mengakali mesin pencari)
Penutup
Liputan hari ini mengakhiri seluruh rangkaian liputan Google Search Central Live Deep Dive APAC 2025.
Hari ini, kita sudah belajar bagaimana Google menyajikan hasil pencariannya, mulai dari memahami kueri pencarian users, mencari hasil yang sesuai dari index-nya, mengurutkan ranking-nya berdasarkan berbagai faktor termasuk kualitas kontennya, dan menampilkan berbagai macam fitur di SERP. Kita juga sudah paham mengapa Google melakukan update algoritma.
Mudah-mudahan liputan kami bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan teman-teman semuanya. Jika Anda memiliki pertanyaan silakan tuliskan di kolom komentar di bawah atau bergabung ke grup Telegram DailySEO ID di sini. Jika Anda ingin belajar SEO, yuk bergabung di course-nya DailySEO ID!
Referensi:
- Liputan Ilman Akbar yang ditulis di LinkedIn DailySEO ID
- Search Engine Journal: Google Search Central APAC 2025: Everything From Day 3
1 Comment
Thanks sudah dirangkum dengan sangat jelas mas