Dengan hadirnya AI seperti chat GPT, makin banyak orang yang menulis dengan menggunakan teknologi ini.
Bahkan tidak sedikit yang menjual berbagai prompt (semacam perintah yang diberikan untuk AI) untuk membuat artikel di blog loh.
Nah, pertanyaannya, apakah menulis dengan menggunakan AI untuk SEO diperbolehkan oleh Google?
Simak artikel ini untuk mendapatkan jawaban lengkapnya.
Daftar Isi
Bagaimana Tanggapan Google Soal Artikel AI
Dikutip dari situs resmi Google, penggunaan AI atau automasi yang sesuai tidak melanggar aturan mereka.
Jadi, selama konten buatan AI tidak digunakan untuk memanipulasi ranking, maka hal ini tidak menjadi persoalan.
Alasan Google tidak melakukan ban pada konten buatan AI adalah karena automasi telah digunakan sejak lama untuk menciptakan konten yang helpful.
Mereka menganggap bahwa AI bisa membuat konten menarik dengan metode pendekatan yang baru.
Detailnya, FAQ soal tanggapan Google mengenai konten buatan AI bisa kamu akses di tautan ini.
Yang perlu diingat, konten buatan AI tanpa adanya editing sedikitpun termasuk AGC (auto generated content) yang mana hal ini telah melanggar aturan dari Google.
Studi Kasus tentang Artikel Buatan AI di Dunia SEO
a. Studi Kasus oleh Jake Ward
Jake Ward, founder Byword telah menggunakan konten buatan AI untuk membantu Causal.app mencapai 1 juta trafik/pengunjung setiap bulan dalam waktu kurang dari setahun.
Ia melakukan hal berikut:
- Menciptakan 5000 laman
- Menggunakan model GPT-3
- Fokus kontennya adalah glosarium, framework pertanyaan, metode, dan perbedaan (seperti X vs Y)
- Menjalankan model GPT-3-nya, namun tetap ada penyuntingan sampai output-nya berkualitas tinggi
Hasil dari studi kasus ini ia (Jake Ward) publikasikan di LinkedIn.
Pada April 2023, ia mendapatkan pengunjung situs sebesar 750000/bulan dan pada Oktober 2023, meningkat menjadi 1000000/bulan.
Studi kasusnya bisa teman-teman simak disini:
b. Studi Kasus oleh Mark Williams-Cook
Mark Williams-Cook menciptakan halaman website dua kali lipat lebih banyak dari Jake Ward, yaitu 10.000 halaman.
Perbedaannya, Mark Williams-Cook mengambil domain baru dan menciptakan 10.000 artikel buatan AI tanpa penyuntingan oleh manusia sedikit pun.
Hasilnya? Grafik Impression dan Clicks terjun bebas.
Ia mengatakan bahwa penurunan pertama terjadi pada helpful content update, dan pada akhirnya terjun bebas pada October Spam Update.
Pelajaran dari Studi Kasus
Ada yang berhasil dan gagal dalam menggunakan AI untuk menulis/menciptakan konten.
Jake Ward sukses membuat Causal.app mencapai 1.000.000 pengunjung per bulan, sementara Mark Williams-Cook justru mendapatkan “hantaman” dari Google update.
Terlihat bahwa perbedaan paling mencolok dari studi kasus tersebut adalah proses editing oleh manusia.
Jake Ward terus melakukan editing sampai mendapatkan output terbaik, sementara Mark Williams-Cook sama sekali tidak melakukan penyuntingan.
a. Hemat Waktu
Biasanya, tiap orang butuh waktu yang berbeda-beda untuk membuat konten. Ada yang bisa mengerjakan 500 kata dalam 30 menit, atau bahkan baru 300 kata sudah pusing dan tidak kuat untuk lanjut lagi, sehingga sejam baru selesai.
AI dapat menciptakan konten kurang dari 1 menit.
b. Bisa Memproduksi Banyak Konten dengan Waktu Singkat
Karena setiap konten bisa diproduksi dengan cepat, tentu saja kita jadi punya banyak kotnen dalam waktu singkat. Kalau biasanya baru ada satu konten dalam satu jam, dengan AI, kita akan punya 20 konten. Seperti itu gambarannya.
c. Hampir Tidak Ada PeluangTypo
Typo itu wajar saja dilakukan oleh manusia karena memang prinsip kerja otak seperti itu.
Berbeda dengan AI. AI hampir tidak mungkin melakukan typo pada tulisannya, kecuali kita memberikan prompt khusus agar AI-nya membuat typo dengan sengaja.
a. Bahasa yang Kaku
AI tidak punya perasaan dan pengalaman, sehingga tulisannya bisa terkesan sangat kaku.
Kesannya benar-benar hanya menyadur tanpa adanya perasaan atau pengalaman, bahkan perspektif pribadi di dalam tulisannya.
b. Butuh Prompt yang Bagus
Kita wajib memberikan prompt sebagus dan sedetail mungkin agar AI bisa memberikan output sesuai dengan yang kita mau. Sama seperti kita memberikan brief untuk penulis agar tulisannya tidak banyak revisi.
Kalau prompt-nya tidak jelas, AI juga tidak akan memberikan output yang sesuai kemauan kita.
c. Penyuntingan Ekstra
Kita bisa lihat dari terjunnya impresi dan klik dari studi kasus Mark Williams-Cook. Salah satu hal yang ia lakukan adalah tidak menyunting artikel buatan AI-nya sama sekali.
Nah, konten AI ini meski hampir tidak mungkin ada typo, perlu penyuntingan ekstra untuk kekakuan dan fact-check.
Ingat bahwa AI itu hanya menyadur dari konten yang sudah-sudah ada sebelumnya.
a. Berikan Prompt Sedetail Mungkin
Mirip dengna memberikan brief kepada manusia, kita juga harus memberikan prompt sedetail dan sejelas mungkin kepada AI agar output-nya optimal.
Jadi, jangan langsung marah-marah kalau output-nya kurang sesuai. Barangkali prompt-nya kurang bagus.
b. Jangan Pernah Melewatkan Proses Penyuntingan
Dalam studi kasus Jake Ward, ia terus menyunting hingga mendapatkan output terbaik.
Tulisan dari AI wajib melewati proses penyuntingan karena tulisannya belum tentu fakta. Bukan soal kekuan bahasa saja.
Konten tanpa penyuntingan akan berbahaya untuk topik YMYL.
c. Usahakan untuk Tidak Menggunakannya pada Topik YMYL
Menggunakan AI untuk membuat tulisan dengan topik YMYL sangat tidak disarankan karena misinformasi sedikit saja dapat menyebabkan korban jiwa.
Kalau masih mau menggunakan AI di topik YMYL, pastikan tulisannya telah di-review oleh ahli di bidangnya. Contohnya, di niche kesehatan, tulisan di-review oleh dokter, sementara di niche keuangan, tulisan telah di-review oleh pemegang sertifikasi CFA/financial advisor atau dengan kata lain menerapkan author authority.
Gunakan AI dengan Bijak!
Google memang tidak melarang konten buatan AI dan studi kasus Jake ward telah membuktikannya, namun kita tetap perlu turun tangan karena AI juga punya kekurangan dan butuh pertolongan manusia untuk menyempurnakan/menambal kelemahannya.
Tentu saja jangan melupakan proses penyuntingan karena selain potensi kena penalti Google seperti studi kasus Mark Williams-Cook, hal ini berbahaya bagi user jika topik yang digarap AI-nya adalah YMYL.
Mari gunakan AI dengan bijak!
Ayo bergabung di grup Telegram DailySEO ID untuk dapat berdiskusi tentang topik seputar SEO dengan praktisi SEO lainnya!
Saat ini, DailySEO ID juga memiliki series webinar dengan materi SEO ter-update untuk teman-teman yang tertarik belajar SEO langsung dari founder DailySEO ID, Ilman Akbar.
Jika tertarik, teman-teman bisa langsung mendaftarkan diri untuk belajar SEO di sini.
Referensi:
https://www.seocasestudy.com/seo-examples/ai-seo-case-studies
https://developers.google.com/search/blog/2023/02/google-search-and-ai-content